Minggu, 27 Oktober 2019

Makalah Labuhan Merapi


SUATU KAJIAN TENTANG BUDAYA

( UPACARA ADAT LABUHAN MERAPI )
Dosen pengampu : Dra. Sri Harti Widyastuti M. Hum.
Disusun Oleh :
Kelompok: Kembang Desa
1.      Arisa Rahmi                                                    (18209241057)
2.      Ludtina Pangestu Eka Nur Utami                   (18209241044)
3.      Maudhi Widya Parawangsa                            (18209244013)
4.      Reyna Alhsa Anggraeni                                  (18209244003)
5.      Wahyu Setyawan                                            (18209241061)

PENDIDIKAN SENI TARI
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk,  rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah penulis susun semaksimal mungkin. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena, itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.


Sleman, 21 Maret 2019


Penyusun


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR…………………………………………………….  i
DAFTAR ISI……………………………………………………………...   ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang…………………………………………………… 1
2.      Perumusan Masalah………………………………………………  3
3.      Tujuan Penulisan…………………………………………………  3
4.      Manfaat penulisan ……………………………………………….  3

BAB II. PEMBAHASAN
1.    Pengertian Upacara Labuhan Merapi…………………………….. 4
2.    Sejarah Upacara Labuhan Merapi ………………………………   5
3.    Fungsi Upacara Labuhan Merapi …………………………………            6
4.    Prosesi Upacara Labuhan Merapi ………………………………   6
5.    Tindak Lanjut Upacara Labuhan Merapi ………………………… 8

BAB III. PENUTUP
1.    Kesimpulan……………………………………………………….  9
2.    Saran  ……………………………………………………………   9

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..  10

LAMPIRAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang
            Kebudayaan merupakan hasil ciptaan manusia sabagai usaha memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk mempertahankan, menyesuaikan diri atau menguasai lingkungan maupun dalam rangka mengembangkan diri pribadi untuk masyarakat. Dapat pula dipahami bahwa kebudayaan kelompok suatu masyarakat senantiasa mempunyai kecenderungan untuk berkembang, karena masyarakat pendukungnya cepat atau lambat akan juga berkambang menuju kemajuan, sebagai akibat atau dorongan dari dalam atau dari luar masyarakat yang bersangkutan baik alami atau manusiawi.
Corak kebudayaan suatu bangsa yang berbeda, menunjukkan bahwa adanya perbedaan tentang corak kehidupan. Corak kebudayaan yang meliputi segala perbuatan manusia seperti corak menghayati kematian, upacara kematian, upacarakelahiran, sopan santun, upacara perkawinan, kesenian, dan system religi atau agama dan kepercayaan. System religi dan kepercayaan merupakan suatu tingkah laku tenntang adanya kepercayaan kepada dewa-dewa, makhluk halus, dan kekuatan ghaib yang terdapat di alam.
Masyarakat etnik Jawa sebagai bagian dari penduduk Indonesia, khususnya masyarakat Yogyakarta ada yang masih percaya dengan adanya kekuatan-kekuatan ghaib. Kekuatan tersebut dianggap ada di dalam gejala alam, peristiwa alam, tokoh manusia, bagian tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda serta suara-suara yang luar biasa. Peristiwa-peristiwa yang luar biasa dapat berwujud peristiwa yang tiba-tiba menyimpang dari kebiasaan jalan kehidupan manusia atau peristiwa yang mengandung bahaya bagi keselamatan hidup manusia. Menyadari bahwa dalam menghadapi kekuatan ghaib itu manusia berusaha agar setiap yang mempunyai kekuatan ghaib tidak marah, maka mereka melakukan sesuatu yang menyenangkan bagi pemilik kekuatan tersebut dengan memuja-muja dan memberi persembahan.
Di kalangan masyarakat Jawa umumnya dan masyarakat Yogyakarta pada khususnya, ada beberapa pelaksanaan upacara yang erat hubungannya dengan mite atau alam pikiran mistik.Salah satu diantaranya adalah “Upacara Labuhan”, yaitu upacara yang diselenggarakan oleh pihak keraton Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta pun mengenal perbuatan bersaji yaitu perbuatan yang biasanya diterangkan sebagai perbuatan menyajikan makanan, benda-benda atau apa saja. Sesaji ini ditujukan kepada para dewa, roh nenek moyang, dan makhluk halus lainnya. Dalam upacara bersaji api dan air biasanya memiliki arti atau peranan penting, maka sesaji atau “sajen-sajen” (perlengkapan yang digunakan dalam suatu upacara adat)  yang dilemparkan ke kawah gunung atau ke laut akan sempurna sampai kepada yang diberi sajen.
Kehidupan tradisi pemberian persembahan kepada roh nenek moyang ataupun makhluk halus merupakan warisan budaya, tidaklah dapat begitu saja lepas dari kehidupan keraton yang telah mampu memiliki identitas sebagai pusat budaya. Upacara labuhan merupakan suatu fase dalam proses penintegrasian manusia dalam tata kehidupan yang sakral. Kesakralan tradisi upacara labuhan terkandung dalam proses pelaksanaan atau pranata dan perlengkapan yang berwujud makanan, pakaian, dan benda-benda milik raja yang bertahta pada saat itu. Pelaksanaan upacara labuhan dan perlengkapannya atau ubarempe merupakan bagian dari bahasa symbol atau lambang yang di dalamnya mengandung makna yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam bahasa symbol atau bahasa lambang pada pelaksanaan upacara labuhan dan perlengkapannya mengandung makna-makna tertentu. Mengungkap makna simbolisme dalam suatu tanda menarik untuk dilakukan sebagai penambah wawasan.


2.      Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan upacara labuhan merapi ?
2.      Bagaimana sejarah upacara labuhan merapi ?
3.      Mengapa diadakan upacara labuhan merapi ?
4.      Bagaimana pelaksanaan upacara labuhan merapi ?
5.      Bagaimana melestarikan upacara labuhan merapi ?

3.     Tujuan Pembahasan

1.         Mengetahui upacara labuhan merapi dan sejarahnya.
2.         Mengetahui pelaksanaan upacara labuhan merapi.
3.         Mengetahui cara melestarikan upacara labuhan merapi
4.        Manfaat
1.         Bagi masyarakat Yogyakarta pada khususnya, dapat dijadikan sebagai bahan penambah wawasan tentang keanekaragaman kebudayaan daerah yang perlu dimengerti dan dipahami mengenai makna yang terkandung dalam upacara labuhan.



BAB 2
PEMBAHASAN

1.        Pengertian Upacara Labuhan Merapi

Kata “upacara” mengandung pengertian peralatan menurut adat, melakukan sesuatu perbuatan menurut adat kebiasaan atau menurut agama (Poerwadarminta, 1984:83). Kata “labuhan” berasal dari kata labuh yang artinya sama dengan “larung” yaitu membuang sesuatu ke dalam air ( sungai atau laut). Upacara Labuhan Merapi merupakan salah satu upacara tradisional adat keraton yang senantiasa dilaksanankan oleh pihak Kesultanan Yogyakarta dengan tujuan utamanya adalah mengupayakan, ketentraman, keselamatan, dan kesejahteraan raja, kerajaan serta rakyat dengan memberikan persembahan berkenaan dengan para leluhur Merapi.
Upacara labuhan merupakan upacara yang bersifat religious dan pelaksanaannya hanya dilakukan oleh lembaga keraton. Upacara ini dilaksanakan secara resmi pada : 1 penobatan seorang raja atau jumenengan dalem. Pelaksanaannya satu hari sesudah upacara penobatan berlangsung. 2. Peringatan hari ulang tahun penobatan raja (tingalan jumenengan dalem). 3 peringatan delapan tahun hari ulang tahun penobatan raja.
Upacara Labuhan Merapiini digelar sebagai momentum untuk memperingati Jumenengan Dalem (penobatan) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang diberikan oleh Panembahan Senopati (Raja pertama Kerajaan Mataram).Upacara Labuhan Merapi ini juga digelar dipenghujung bulan Rajab dalam kalender Jawa dan biasanya digelar setelah Labuhan di Pantai Parangkusumo dilakukan karena ini adalah sebuah rangkaian jalannya upacara.
         
2.        Sejarah Upacara Labuhan Merapi

Dalam sejarah upacara labuhan merapi, terdapat cerita yang mana itu menjadi sebuah sejarah atau momentum dalam upacara labuhan  merapi. Pada saat itu Panembahan Senopati (Raja pertama Kerajaan Mataram) sedang bertapa di Laut Selatan guna berdoa supaya Kerajaan Mataram diselamatkan dari segala marabahaya yang mengancam Kerajaan.Ketika sedang melakukan tapa, banyak godaan menghampiri Panembahan Senopati.Tetapi karena keteguhan hari dan kemantapan jiwa, Panembahan Senopati tak sedikitpun merasa terganggu dengan berbagai macam godaan tersebut.Hingga Sang Ratu Laut Selatan mengetahui tapa brata Panembahan Senopati dan membangunkannya dari pertapannya serta memberikan sebuah hadiah kepada kepada Panembahan Senopati berupa endog jagad (telur dunia).Pemberian hadiah tersebut memang sempat dicurigai oleh Ki Ageng Pamanahan sebagai ayah Panembahan Senopati dan juga pamannya. Tidak lama kemudian, ketika Panembahan Senopati akan memakan pemberian Ratu Kidul, Ki Ageng Pamanahan mengetahuinya dan menyuruh Panembahan Senopati untuk memberikan telur itu kepada Ki Juru Martani ( Juru Taman ). Setelah sang juru taman memakan telur tersebut, badannya semakin membesar dan wajahnyapun berubah bentuk seperti raksasa serta wataknyapun berubah tidak seperti manusia biasa lagi. Bahkan sang juru taman itu menyerang Panembahan Senopati. Perkelahian pun tidak bisa dihindari. Tetapi dengan kesaktian yang dimiliki Panembahan Senopati akhirnya sang juru taman dapat dikalahkan. Seusai perkelahian tersebut, Panembahan Senopati menyuruh raksasa itu tinggal di Gunung Merapi dan menjaga Gunung Merapi. Dan, panembahan Senopati berjanji bahwa akan memberikan sesaji untuk raksasa dan penunggu lainnya di Gunung Merapi. Janji tersebutlah yang sampai sekarang dilakukan oleh keraton terhadap Gunung Merapi yang sering disebut dengan Upacara Labuhan Merapi.
3.     Fungsi Labuhan Merapi

a.      Fungsi upacara labuhan pada zaman dahulu.
Upacara Labuhan Merapi digunakan untuk memberikan sesaji kepada para penunggu merapi ini dilakukan atas dasar janji Panembahan Senopati kepada Ki Juru Martani yang berubah menjadi raksasa setelah memakan endog jagad (telur dunia), pemberian dari Ratu Kidul.
b.      Fungsi upacara labuhan pada masa sekarang.
Upacara Labuhan Merapi pada masa sekarang digunakan sebagai tolak bala.Dikatakan sebagai tolak bala dari marabahaya karena dalam pelaksanaan labuhan merapi banyak dipanjatkan doa-doa yang berisi tentang kenyamanan dan ketentraman bagi Sultan dan pengikutnya serta bagi warga khususnya Daerah istimewa Yogyakarta.Dalam segi kebudayaan, upacara labuhan merapi pada masa sekarang, ditujukan agar warga Daerah Istimewa Yogyakarta itu dapat mengetahui tenngang labuhan merapi sebagai kebudayaan Jawa yang harus dilestarikan.


4.     Prosesi Labuhan Merapi

Labuhan Merapi merupakan upacara adat yang disakralkan masyarakat Yogyakarta dan sekitar Gunung Merapi.Kesakralan upacara ini terletak pada pranata keraton yang harus dilakukan secara khusus, khidmat dan tidak boleh dilakukan sembarang orang.Pranata keraton merupakan manifestasi budaya yang bermakna membuang, menjatuhkan atau menghanyutkan benda-benda yang telah ditetapkan keraton agar sultan dan rakyatnya mendapatkan keselamatan.
      Bagi warga Yogyakarta dan sekitar Gunung Merapi, ketika upacara adat ini diselenggarakan, ribuan warga akan berbondong-bondong menapaki setiap prosesi. Mereka berjalan mengiringi para abdi keraton dengan membawa benda-benda labuhan untuk diserahkan kepada leluhur mereka, yaitu Kyai Sapu Jagad dan para leluhur lain yang berada di Gunung merapi.
      Dengan berpakaian khas Yogyakarta, juru kunci dan semua abdi dalem keraton menjalankan semua prosesi Upacara Adat Labuhan Merapi.Rangkaian upacara Labuhan Merapi dimulai dengan penerimaan uba rampe (perlengkapan) labuhan dari Keraton Yogyakarta di Pendopo Kecamatan Cangkringan. Berikutnya dilanjutkan prosesi serah terima uba rampe labuhan dari pihak kraton kepada juru kunci Merapi. Prosesi uba rampe labuhan terdiri atas sembilan macam sesaji, yaitu: sinjang kawung, sinjang kawung kemplang, desthar daramuluk, desthar udaraga, semekan gadung mlati, semekan gadung, seswangen, arta tindih, dan kampuh poleng. Kemudian uba rampe akan diarak menuju Gunung Merapi dan disemayamkan di rumah Juru Kunci Gunung Merapi.
      Pada sore harinya bertempat di Pendopo petilasan Mbah Maridjan dilakukan kenduri wilujengan yang dipimpin juru kunci Gunung Merapi oleh masyarakat Yogyakarta dan sekitar Gunung Merapi. Kemudian malam harinya, pada jam yang telah ditentukan yaitu tengah malam melakukan malam renungan dan doa yang dipimpin juru kunci Gunung Merapi diikuti para abdi dalem kraton dan warga. Berikutnya, rombongan akan kembali dihibur dengan kesenian wayang kulit klasik gaya Yogyakarta oleh paguyuban kesenian Desa Umbulharjo sampai keesokan harinya.
      Pada pagi harinya, prosesi Labuhan Merapi kemudian dilanjutkan perjalanan menuju Pos 1 Srimanganti yang jaraknya hampir 2 km dari petilasan Mbah Maridjan sebagai lokasi Labuhan Merapi yang didahului dengan napak tilas di bekas rumah Mbah Maridjan. Berikutnya menjelang akhir, di pos 1 Srimanganti ubarampe Labuhan dari Sri Sultan Hamengkubuwono X dibacakan alunan doa dan prosesi ini menjadi acara puncak sekaligus penutup upacara Labuhan Merapi. Setelah prosesi selesai, kemudian urampe labuhan tersebut diperebutkan oleh masyarakat. Mereka percaya bahwa dengan mendapatkan salah satu dari ubarampe Labuhan Sri Sultan Hamengkubuwono X maka mereka akan mendapatkan tidak hanya berkat tetapi juga keselamatan dalam hidup.
Upacara Labuhan Merapi ini telah dilaksanakan sejak dahulu, kurang diketahui tahun pastinya.Tetapi sudah dilaksanakan 4 generasi.Pada awalnya juru kunci merapi yang memimpin jalannya labuhan merapi adalah Surakso Hargo Kemudian dilanjutkan oleh putranya yang bernama Mas Penewu Surakso Hargo dan dilanjut lagi oleh putranya yaitu Mas Kliwon Surakso Hargo (Mbah Maridjan).Sepeninggal mbah Maridjan kemudian upacara labuhan merapi ini dipimpin oleh putranya yang ketiga yaitu Mas Lurah Surakso Sihono sampai saat ini.


5.     Tindak Lanjut dari Upacara Labuhan Merapi
Tindak lanjut dari upacara labuhan merapi ini adalah pelestarian. Cara pelestariannya dengan mengadakan upacara labuhan ini tanpa membawa hal negative terhadap orang-orang sekitar, seperti tidak mengotori tempat acara dan tidak melakukan ritual lain saat acara berlangsung (syirik).

           


BAB 3
PENUTUP
1.     Kesimpulan

Berdasarkan data di atas, Upacara labuhan merapi diadakan rutin setiap tahun dan dilaksanakan pada tanggal 30 rajab dalam system penanggalan Jawa.Dilaksanakan di Petilasan Mbah Maridjan yang bertepat di Desa Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta dan diarak menuju pos 1 Srimanganti.Upacara ini hanya dilakukan atas dasar perintah Sultan Hamengku Buwana dari Keraton Yogyakarta. Jalannya Upacara Labuhan Merapi dipimpin oleh seorang juru kunci Merapi yang sekarang bernama Mas Lurah SuraksoSihono. Upacara ini dilakukan sebagai tolak bala supaya menghindarkan warga masyarakat sekitar Gunung Merapi dan sekitarnya juga masyarakat Yogyakarta khususnya dari marabahaya. Adapun sejarah yang telah terukir dapat menjadikan suatu pegangan yang tidak dapat dilupakan, sehingga budaya khususnya Upacara Labuhan Merapi harus terus dilestarikan.

2.     Saran
Menurut kelompok kami, hendaknya masyarakat Yogyakarta lebih menambah wawasan tentang keanekaragaman upacara tradisional karena di dalamnya terkandung pesan-pesan hidup bermasyarakat baik dari proses pelaksanaan maupun pelengkapan yang digunakan serta bagi para observator sebaiknya mengkaji permasalahan atau merumuskan permasalahan yang lebih luas.



DAFTAR PUSTAKA




LAMPIRAN

IMG-20190320-WA0017.jpg
IMG-20190320-WA0021.jpg
IMG-20190320-WA0021.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TARI SUNDA (BLANTEK)

DESKRIPSI TARI BLANTEK No. Nama Ragam K eterangan Hitungan Pola Lantai 1 Mincit encot maju...