SUATU KAJIAN TENTANG BUDAYA
(
UPACARA ADAT LABUHAN MERAPI )
Dosen pengampu : Dra. Sri Harti Widyastuti M. Hum.
Disusun Oleh :
Kelompok: Kembang Desa
1. Arisa Rahmi (18209241057)
2. Ludtina Pangestu Eka Nur Utami (18209241044)
3. Maudhi Widya Parawangsa (18209244013)
4. Reyna
Alhsa Anggraeni (18209244003)
5. Wahyu Setyawan (18209241061)
PENDIDIKAN
SENI TARI
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah penulis susun semaksimal mungkin. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena, itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Sleman, 21 Maret 2019
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang…………………………………………………… 1
2. Perumusan Masalah……………………………………………… 3
3. Tujuan Penulisan………………………………………………… 3
4. Manfaat penulisan ………………………………………………. 3
BAB II. PEMBAHASAN
1. Pengertian Upacara Labuhan Merapi…………………………….. 4
2. Sejarah Upacara Labuhan Merapi ……………………………… 5
3. Fungsi Upacara Labuhan Merapi ………………………………… 6
4. Prosesi Upacara Labuhan Merapi ……………………………… 6
5. Tindak Lanjut Upacara Labuhan Merapi ………………………… 8
BAB III. PENUTUP
1. Kesimpulan………………………………………………………. 9
2. Saran …………………………………………………………… 9
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………….. 10
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Kebudayaan merupakan hasil ciptaan
manusia sabagai usaha memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk mempertahankan,
menyesuaikan diri atau menguasai lingkungan maupun dalam rangka mengembangkan
diri pribadi untuk masyarakat. Dapat pula dipahami bahwa kebudayaan kelompok
suatu masyarakat senantiasa mempunyai kecenderungan untuk berkembang, karena
masyarakat pendukungnya cepat atau lambat akan juga berkambang menuju kemajuan,
sebagai akibat atau dorongan dari
dalam atau dari luar masyarakat yang
bersangkutan baik alami atau manusiawi.
Corak
kebudayaan suatu bangsa yang berbeda, menunjukkan bahwa adanya perbedaan
tentang corak kehidupan. Corak
kebudayaan yang meliputi segala perbuatan manusia seperti corak menghayati
kematian, upacara kematian, upacarakelahiran, sopan santun, upacara perkawinan,
kesenian, dan system religi atau agama dan kepercayaan. System religi dan
kepercayaan merupakan suatu tingkah laku tenntang adanya kepercayaan kepada
dewa-dewa, makhluk halus, dan kekuatan ghaib yang terdapat di alam.
Masyarakat
etnik Jawa sebagai bagian dari penduduk Indonesia, khususnya masyarakat
Yogyakarta ada yang masih percaya dengan adanya kekuatan-kekuatan ghaib. Kekuatan tersebut
dianggap ada di dalam gejala alam, peristiwa alam, tokoh manusia, bagian tubuh manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda serta suara-suara yang luar biasa. Peristiwa-peristiwa yang
luar biasa dapat berwujud peristiwa yang tiba-tiba menyimpang dari kebiasaan
jalan kehidupan manusia atau peristiwa yang mengandung bahaya bagi keselamatan
hidup manusia. Menyadari
bahwa dalam menghadapi kekuatan
ghaib itu manusia berusaha agar setiap yang mempunyai kekuatan ghaib tidak
marah, maka mereka melakukan sesuatu yang menyenangkan bagi pemilik kekuatan
tersebut dengan memuja-muja dan memberi persembahan.
Di
kalangan masyarakat Jawa umumnya dan masyarakat Yogyakarta pada khususnya, ada
beberapa pelaksanaan upacara yang erat hubungannya dengan mite atau alam
pikiran mistik.Salah satu diantaranya adalah “Upacara Labuhan”, yaitu upacara
yang diselenggarakan oleh pihak keraton Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta pun
mengenal perbuatan bersaji yaitu
perbuatan yang biasanya diterangkan sebagai perbuatan menyajikan makanan,
benda-benda atau apa saja. Sesaji ini ditujukan kepada para dewa, roh nenek
moyang, dan makhluk halus lainnya. Dalam upacara bersaji api dan air biasanya
memiliki arti atau peranan penting, maka sesaji atau “sajen-sajen”
(perlengkapan yang digunakan dalam suatu upacara adat) yang
dilemparkan ke kawah gunung atau ke laut akan sempurna sampai kepada yang
diberi sajen.
Kehidupan tradisi pemberian
persembahan kepada roh nenek moyang ataupun makhluk halus merupakan warisan
budaya, tidaklah dapat begitu saja lepas dari kehidupan keraton yang telah
mampu memiliki identitas sebagai pusat budaya. Upacara labuhan merupakan suatu
fase dalam proses penintegrasian manusia dalam tata kehidupan yang sakral. Kesakralan tradisi
upacara labuhan terkandung dalam proses pelaksanaan atau pranata dan
perlengkapan yang berwujud makanan, pakaian, dan benda-benda milik raja yang
bertahta pada saat itu. Pelaksanaan upacara labuhan dan perlengkapannya atau
ubarempe merupakan bagian dari bahasa symbol atau lambang yang di dalamnya
mengandung makna yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai yang
terkandung dalam bahasa symbol atau bahasa lambang pada pelaksanaan upacara
labuhan dan perlengkapannya mengandung makna-makna tertentu. Mengungkap makna
simbolisme dalam suatu tanda menarik untuk dilakukan sebagai penambah wawasan.
2.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan upacara labuhan merapi ?
2. Bagaimana
sejarah upacara labuhan merapi ?
3. Mengapa
diadakan upacara labuhan merapi ?
4. Bagaimana
pelaksanaan upacara labuhan merapi ?
5. Bagaimana
melestarikan upacara labuhan merapi ?
3.
Tujuan
Pembahasan
1.
Mengetahui upacara
labuhan merapi dan sejarahnya.
2.
Mengetahui pelaksanaan
upacara labuhan merapi.
3.
Mengetahui cara
melestarikan upacara labuhan merapi
4.
Manfaat
1.
Bagi masyarakat
Yogyakarta pada khususnya, dapat dijadikan sebagai bahan penambah wawasan
tentang keanekaragaman kebudayaan daerah yang perlu dimengerti dan dipahami
mengenai makna yang terkandung dalam upacara labuhan.
BAB
2
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Upacara Labuhan Merapi
Kata “upacara”
mengandung pengertian peralatan menurut adat, melakukan sesuatu perbuatan
menurut adat kebiasaan atau menurut agama (Poerwadarminta, 1984:83). Kata
“labuhan” berasal dari kata labuh yang artinya sama dengan “larung” yaitu
membuang sesuatu ke dalam air ( sungai atau laut). Upacara Labuhan Merapi merupakan
salah satu upacara tradisional adat keraton yang senantiasa dilaksanankan oleh
pihak Kesultanan Yogyakarta dengan tujuan utamanya adalah mengupayakan,
ketentraman, keselamatan, dan kesejahteraan raja, kerajaan serta rakyat dengan
memberikan persembahan berkenaan dengan para leluhur Merapi.
Upacara
labuhan merupakan upacara yang bersifat religious dan pelaksanaannya hanya
dilakukan oleh lembaga keraton. Upacara ini dilaksanakan secara resmi pada : 1
penobatan seorang raja atau jumenengan dalem. Pelaksanaannya satu hari sesudah
upacara penobatan berlangsung. 2. Peringatan hari ulang tahun penobatan raja
(tingalan jumenengan dalem). 3 peringatan delapan tahun hari ulang tahun
penobatan raja.
Upacara
Labuhan Merapiini digelar sebagai momentum untuk memperingati Jumenengan Dalem
(penobatan) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang diberikan oleh Panembahan
Senopati (Raja pertama Kerajaan Mataram).Upacara Labuhan Merapi ini juga
digelar dipenghujung bulan Rajab dalam kalender Jawa dan biasanya digelar
setelah Labuhan di Pantai Parangkusumo dilakukan karena ini adalah sebuah rangkaian jalannya
upacara.
2.
Sejarah
Upacara Labuhan Merapi
Dalam
sejarah upacara labuhan merapi, terdapat cerita yang mana itu menjadi sebuah
sejarah atau momentum dalam upacara labuhan
merapi. Pada saat itu Panembahan Senopati (Raja pertama Kerajaan
Mataram) sedang bertapa di Laut Selatan guna berdoa supaya Kerajaan Mataram
diselamatkan dari segala marabahaya yang mengancam Kerajaan.Ketika sedang
melakukan tapa, banyak godaan menghampiri Panembahan Senopati.Tetapi karena
keteguhan hari dan kemantapan jiwa, Panembahan Senopati tak sedikitpun merasa
terganggu dengan berbagai macam godaan tersebut.Hingga Sang Ratu Laut Selatan
mengetahui tapa brata Panembahan Senopati dan membangunkannya dari pertapannya
serta memberikan sebuah hadiah kepada kepada Panembahan Senopati berupa endog
jagad (telur dunia).Pemberian hadiah tersebut memang sempat dicurigai oleh Ki
Ageng Pamanahan sebagai ayah Panembahan Senopati dan juga pamannya. Tidak lama
kemudian, ketika Panembahan Senopati akan memakan pemberian Ratu Kidul, Ki
Ageng Pamanahan mengetahuinya dan menyuruh Panembahan Senopati untuk memberikan
telur itu kepada Ki Juru Martani ( Juru Taman ). Setelah sang juru taman
memakan telur tersebut, badannya semakin membesar dan wajahnyapun berubah
bentuk seperti raksasa serta wataknyapun berubah tidak seperti manusia biasa
lagi. Bahkan sang juru taman itu menyerang Panembahan Senopati. Perkelahian pun
tidak bisa dihindari. Tetapi dengan kesaktian yang dimiliki Panembahan Senopati
akhirnya sang juru taman dapat dikalahkan. Seusai perkelahian tersebut,
Panembahan Senopati menyuruh raksasa itu tinggal di Gunung Merapi dan menjaga
Gunung Merapi. Dan, panembahan Senopati berjanji bahwa akan memberikan sesaji
untuk raksasa dan penunggu lainnya di Gunung Merapi. Janji tersebutlah yang
sampai sekarang dilakukan oleh keraton terhadap Gunung Merapi yang sering
disebut dengan Upacara Labuhan Merapi.
3.
Fungsi
Labuhan Merapi
a.
Fungsi upacara labuhan
pada zaman dahulu.
Upacara Labuhan Merapi digunakan
untuk memberikan sesaji kepada para penunggu merapi ini dilakukan atas dasar
janji Panembahan Senopati kepada Ki Juru Martani yang berubah menjadi raksasa
setelah memakan endog jagad (telur dunia), pemberian dari Ratu Kidul.
b.
Fungsi upacara labuhan
pada masa sekarang.
Upacara Labuhan Merapi pada masa
sekarang digunakan sebagai tolak bala.Dikatakan sebagai tolak bala dari
marabahaya karena dalam pelaksanaan labuhan merapi banyak dipanjatkan doa-doa
yang berisi tentang kenyamanan dan ketentraman bagi Sultan dan pengikutnya
serta bagi warga khususnya Daerah istimewa Yogyakarta.Dalam segi kebudayaan,
upacara labuhan merapi pada masa sekarang, ditujukan agar warga Daerah Istimewa
Yogyakarta itu dapat mengetahui tenngang labuhan merapi sebagai kebudayaan Jawa
yang harus dilestarikan.
4.
Prosesi
Labuhan Merapi
Labuhan
Merapi merupakan upacara adat yang disakralkan masyarakat Yogyakarta dan
sekitar Gunung Merapi.Kesakralan upacara ini terletak pada pranata keraton yang
harus dilakukan secara khusus, khidmat dan tidak boleh dilakukan sembarang
orang.Pranata keraton merupakan manifestasi budaya yang bermakna membuang,
menjatuhkan atau menghanyutkan benda-benda yang telah ditetapkan keraton agar
sultan dan rakyatnya mendapatkan keselamatan.
Bagi
warga Yogyakarta dan sekitar Gunung Merapi, ketika upacara adat ini
diselenggarakan, ribuan warga akan berbondong-bondong menapaki setiap prosesi.
Mereka berjalan mengiringi para abdi keraton dengan membawa benda-benda labuhan
untuk diserahkan kepada leluhur mereka, yaitu Kyai Sapu Jagad dan para leluhur
lain yang berada di Gunung merapi.
Dengan
berpakaian khas Yogyakarta, juru kunci dan semua abdi dalem keraton menjalankan
semua prosesi Upacara Adat Labuhan Merapi.Rangkaian upacara Labuhan Merapi
dimulai dengan penerimaan uba rampe (perlengkapan) labuhan dari Keraton
Yogyakarta di Pendopo Kecamatan Cangkringan. Berikutnya dilanjutkan prosesi
serah terima uba rampe labuhan dari pihak kraton kepada juru kunci Merapi.
Prosesi uba rampe labuhan terdiri atas sembilan macam sesaji, yaitu: sinjang
kawung, sinjang kawung kemplang, desthar daramuluk, desthar udaraga, semekan
gadung mlati, semekan gadung, seswangen, arta tindih, dan kampuh poleng.
Kemudian uba rampe akan diarak menuju Gunung Merapi dan disemayamkan di rumah
Juru Kunci Gunung Merapi.
Pada
sore harinya bertempat di Pendopo petilasan Mbah Maridjan dilakukan kenduri
wilujengan yang dipimpin juru kunci Gunung Merapi oleh masyarakat Yogyakarta
dan sekitar Gunung Merapi. Kemudian malam harinya, pada jam yang telah
ditentukan yaitu tengah malam melakukan malam renungan dan doa yang dipimpin
juru kunci Gunung Merapi diikuti para abdi dalem kraton dan warga. Berikutnya,
rombongan akan kembali dihibur dengan kesenian wayang kulit klasik gaya
Yogyakarta oleh paguyuban kesenian Desa Umbulharjo sampai keesokan harinya.
Pada
pagi harinya, prosesi Labuhan Merapi kemudian dilanjutkan perjalanan menuju Pos
1 Srimanganti yang jaraknya hampir 2 km dari petilasan Mbah Maridjan sebagai
lokasi Labuhan Merapi yang didahului dengan napak tilas di bekas rumah Mbah
Maridjan. Berikutnya menjelang akhir, di pos 1 Srimanganti ubarampe Labuhan
dari Sri Sultan Hamengkubuwono X dibacakan alunan doa dan prosesi ini menjadi
acara puncak sekaligus penutup upacara Labuhan Merapi. Setelah prosesi selesai,
kemudian urampe labuhan tersebut diperebutkan oleh masyarakat. Mereka percaya
bahwa dengan mendapatkan salah satu dari ubarampe Labuhan Sri Sultan
Hamengkubuwono X maka mereka akan mendapatkan tidak hanya berkat tetapi juga
keselamatan dalam hidup.
Upacara Labuhan Merapi ini telah
dilaksanakan sejak dahulu, kurang diketahui tahun pastinya.Tetapi sudah
dilaksanakan 4 generasi.Pada awalnya juru kunci merapi yang memimpin jalannya
labuhan merapi adalah Surakso Hargo Kemudian dilanjutkan oleh putranya yang
bernama Mas Penewu Surakso Hargo dan dilanjut lagi oleh putranya yaitu Mas
Kliwon Surakso Hargo (Mbah Maridjan).Sepeninggal mbah Maridjan kemudian upacara
labuhan merapi ini dipimpin oleh putranya yang ketiga yaitu Mas Lurah Surakso
Sihono sampai saat ini.
5.
Tindak
Lanjut dari Upacara Labuhan Merapi
Tindak lanjut dari upacara labuhan merapi ini adalah
pelestarian. Cara
pelestariannya dengan mengadakan upacara labuhan ini tanpa membawa hal negative
terhadap orang-orang sekitar, seperti tidak mengotori tempat acara dan tidak
melakukan ritual lain saat acara berlangsung (syirik).
BAB
3
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan
data di atas, Upacara labuhan merapi diadakan rutin setiap tahun dan
dilaksanakan pada tanggal 30 rajab dalam system penanggalan Jawa.Dilaksanakan
di Petilasan Mbah Maridjan yang bertepat di Desa Kinahrejo, Umbulharjo,
Cangkringan, Sleman, Yogyakarta dan diarak menuju pos 1 Srimanganti.Upacara ini
hanya dilakukan atas dasar perintah Sultan Hamengku Buwana dari Keraton
Yogyakarta. Jalannya Upacara Labuhan Merapi dipimpin oleh seorang juru kunci
Merapi yang sekarang bernama Mas Lurah SuraksoSihono. Upacara ini dilakukan
sebagai tolak bala supaya menghindarkan warga masyarakat sekitar Gunung Merapi
dan sekitarnya juga masyarakat Yogyakarta khususnya dari marabahaya. Adapun
sejarah yang telah terukir dapat menjadikan suatu pegangan yang tidak dapat
dilupakan, sehingga budaya khususnya Upacara Labuhan Merapi harus terus
dilestarikan.
2. Saran
Menurut kelompok
kami, hendaknya masyarakat Yogyakarta lebih menambah wawasan tentang
keanekaragaman upacara tradisional karena di dalamnya terkandung pesan-pesan
hidup bermasyarakat baik dari proses pelaksanaan maupun pelengkapan yang
digunakan serta bagi para observator sebaiknya mengkaji permasalahan atau
merumuskan permasalahan yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN